UPAYA PENINGKATAN RETENSI DOKTER DI WILAYAH WHO-SEARO
Pembuat kebijakan di semua negara, terlepas dari tingkat perkembangan ekonomi mereka, berjuang untuk mencapai keadilan di bidang kesehatan dan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat mereka, terutama kelompok rentan dan kurang beruntung. Salah satu tantangan yang paling kompleks adalah memastikan orang-orang yang tinggal di pedesaan dan terpencil memiliki akses ke petugas kesehatan yang kompeten. Petugas kesehatan yang kompeten dan termotivasi dalam jumlah yang cukup di tempat yang tepat dan pada saat yang tepat sangat penting untuk memberikan layanan kesehatan yang efektif dan meningkatkan hasil kesehatan.
Syarhan
11/11/20236 min baca
Salah satu tantangan yang paling kompleks adalah memastikan orang-orang yang tinggal di lokasi pedesaan dan terpencil memiliki akses ke petugas kesehatan. Petugas kesehatan terlatih dan termotivasi dalam jumlah yang cukup di tempat yang tepat dan pada saat yang tepat sangat penting untuk memberikan layanan kesehatan yang efektif dan meningkatkan hasil kesehatan. Lebih dari 50% penduduk dunia tinggal di daerah pedesaan dan terpencil, sementara hanya 24% dokter di daerah pedesaan. Situasi serupa dapat dilihat di wilayah Asia Tenggara, di mana lebih dari 62% penduduk tinggal di daerah pedesaan. Retensi sumber daya manusia untuk kesehatan (SDMK), khususnya dokter di daerah pedesaan dan terpencil, merupakan masalah utama di negara-negara WHO - SEARO.
Kami melakukan Kajian Literatur Sistematik, melalui penelusuran dan tinjauan literatur yang relevan di Pubmed dan Google Schoolar, dengan menggunakan kata kunci: “tantangan“, “peningkatan“, “retensi“, “dokter“, “dokter pedesaan“, “daerah pedesaan“, "India", "Bhutan", "Korea", "Indonesia", Maladewa "," Myanmar ","Nepal", ”Sri Lanka", "Thailand", "Timor-leste", "India", dan “WHO SEARO". Kriteria inklusi adalah: 1) Literatur yang diterbitkan dari tahun 2007 sampai 2017, 2) artikel tentang tantangan dan intervensi untuk memperbaiki retensi dokter di pedesaan WHO-SEARO.
Sebanyak 5.876 penelitian diambil dari penelusuran elektronik, 187 dari Pubmed dan 5.689 di Google Schoolar. 24 artikel memenuhi kriteria inklusi. Negara-negara di Kawasan Asia Tenggara (SEAR) telah melakukan penilaian sendiri terhadap situasi saat ini dan menyimpulkan pencapaian besar; mereka telah meninjau tantangan utama dan area prioritas utama untuk retensi pedesaan dan mengubah pendidikan profesional. Hampir satu dekade telah berlalu sejak “ World Health Report 2006 on working together for Health “ , mengidentifikasi krisis SDMK global. Menurut laporan tersebut, enam negara anggota dari 11 wilayah Asia Tenggara memiliki kekurangan SDM yang kritis. Analisis pada tahun 2012 dan Statistik Kesehatan Dunia 2014 menunjukkan bahwa walaupun mendorong kemajuan dalam pengembangan SDMK, tantangan masih ada di Kawasan ini. Misalnya, kekurangan, kompetensi yang tidak memadai, distribusi yang tidak benar dan lingkungan kerja yang buruk, tantangannya termasuk kurangnya kepemimpinan dan komitmen politik merupakan masalah umum di Kawasan ini. Untuk mengatasi kekurangan kritis SDMK di daerah pedesaan, pada tahun 2010, WHO mengeluarkan sebuah rekomendasi kebijakan global untuk meningkatkan akses terhadap SDMK di daerah terpencil dan pedesaan melalui perbaikan retensi, yang tidak hanya membahas insentif finansial untuk retensi, namun juga rekomendasi pada pendidikan, peraturan, dan dukungan profesional dan pribadi.
Pola umum tantangan retensi dokter di negara-negara WHO-SEARO adalah masalah kebijakan, geografi, ekonomi, pendidikan, dan dukungan profesional dan pribadi. Jenis usaha atau intervensi untuk memperbaiki retensi dokter desa WHO-SEARO adalah; memperkuat sistem pendidikan, memperbaiki kebijakan, meningkatkan insentif keuangan, dukungan profesional dan pribadi, dan beberapa negara mengimpor dan merekrut dokter pensiunan. Rekomendasi WHO untuk retensi petugas kesehatan di daerah terpencil dan pedesaan telah menjadi panduan yang berguna di banyak negara, terutama untuk memulai dialog kebijakan yang lebih terstruktur dan terfokus, memperkuat pengumpulan bukti dan mendukung pengembangan kebijakan.
Salah satu tantangan yang paling kompleks adalah memastikan orang-orang yang tinggal di pedesaan dan terpencil memiliki akses ke petugas kesehatan yang kompeten. Sekitar setengah dari populasi global tinggal di daerah pedesaan, namun wilayah ini hanya dilayani oleh kurang dari seperempat dari jumlah dokter. Situasinya sangat mengerikan di 57 negara di mana sekitar satu miliar orang tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan. (1) Petugas kesehatan memainkan peran sentral dalam memastikan pengelolaan semua aspek sistem kesehatan yang tepat dari manajemen logistik dan fasilitas hingga intervensi keuangan dan pelayanan kesehatan. (2)
Sebagian besar negara di Wilayah WHO-SEARO menghadapi masalah dengan tenaga kesehatan mereka termasuk kekurangan, distribusi yang tidak tepat, keterampilan yang tidak sesuai, dan lulusan yang terbatas. Laporan kesehatan dunia 2006 mengungkapkan bahwa 6 dari 11 Negara Anggota WHO di wilayah Asia Tenggara, yaitu Bangladesh, Bhutan, Indonesia, Myanmar, Nepal dan Timor-Leste, menghadapi kekurangan tenaga kesehatan yang kritis. (3)
Retensi tenaga kerja merupakan rentang waktu antara mulai kerja dan berhenti kerja. Retensi merujuk pada rentang layanan minimum di suatu lokasi atau organisasi (Humphreys et al., 2007; Waldman & Arora, 2004). Tidak ada penjelasan yang lebih dalam mengenai istilah layanan “minimum “ ini dan definisinya bervariasi, apakah dikaitkan dengan profesi, posisi atau layanan kesehatan dan tergantung dari lokasi serta karakteristik masyarakatnya. Intervensi dapat dimulai dari tingkat makro atau sistem kesehatan, seperti misalnya perencanaan dan kebijakan SDM kesehatan, wajib kerja, pendidikan dan latihan serta kesepakatan yang mengikat. Intervensi juga bisa dimulai pada tingkat mikro, seperti misalnya meningkatkan kepuasan kerja dengan memperbaiki kondisi kerja, memberikan insentif, dan pengembangan karier.(4)
Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja adalah indikator kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan kesehatan rakyatnya, terutama di daerah rentan seperti daerah pedesaan dan terpencil. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan bila tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai serta akses kesehatan yang mencukupi akan menimbulkan sebuah masalah kesehatan di masyarakat. (5) Hubungan antara kepadatan tenaga kesehatan dan hasil kesehatan telah diteliti dalam berbagai penelitian, dan umumnya diterima bahwa, di mana petugas kesehatan jarang, layanan kesehatan dan hasil kesehatan menjadi buruk. Sebagai contoh, negara-negara dengan rasio pekerja kesehatan yang rendah terhadap penduduk termasuk di antara negara-negara dengan tingkat kematian yang tinggi untuk anak-anak di bawah usia lima tahun. (6)
Pelayanan kesehatan di daerah pedesaan dan terpencil sangat berbeda dengan kota. Fasilitas umumnya lebih kecil namun memainkan peran penting dalam penyediaan layanan kesehatan terpadu di seluruh masyarakat. Keadaan unik lainnya termasuk jarak tempuh yang lebih jauh ke - dan biaya yang lebih tinggi terkait dengan layanan kesehatan yang dibutuhkan; Tingkat pengeluaran per pasien yang tinggi; Lebih sedikit penyedia layanan kesehatan dan penekanan lebih besar pada dokter umum. Karakteristik ini biasanya menciptakan beberapa tantangan unik untuk penyampaian layanan kesehatan. (7)
Hampir satu dekade telah berlalu sejak World Health Report 2006 on working together for health, mengidentifikasi krisis global tenaga kesehatan. Menurut laporan tersebut, enam negara anggota dari 11 wilayah Asia Tenggara memiliki kekurangan SDM yang kritis berkenaan dengan petugas kesehatan dan memiliki kurang dari 23 petugas kesehatan (dokter, perawat dan bidan) per 10.000 penduduk - kepadatan " threshold ", di bawah cakupan yang diperlukan untuk memenuhi tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) terkait kesehatan. (8, 9) Analisis pada tahun 2012 dan Statistik Kesehatan Dunia 2014 menunjukkan bahwa meskipun mendorong kemajuan dalam pengembangan tenaga kesehatan, tantangan masih ada di kawasan.(10) Situasi serupa dapat dilihat di wilayah Asia Tenggara, di mana lebih dari 62% penduduk tinggal di daerah pedesaan dan ketersediaan tenaga kesehatan di wilayah tersebut berada di bawah jumlah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan. (11) Ada 11 Negara-negara yang termasuk dalam WHO-SEARO adalah; 1) Bangladesh, 2) Bhutan, 3) Democratic People's Republic of Korea, 4) India, 5) Indonesia, 6) Maldives, 7) Myanmar, 8) Nepal, 9) Sri Lanka, 10) Thailand, dan 11) Timor-Leste. (12)
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh negara-negara WHO -SEARO dalam meningkatkan retensi dokter di pedesaan. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pembuat kebijakan tentang berbagai intervensi yang dilakukan oleh negara-negara WHO-SEARO untuk meningkatkan retensi dokter di pedesaan. Rekomendasi ini bisa digunakan untuk meningkatkan retensi dokter di pedesaan.
Di tengah upaya setiap pemerintah di negara-negara WHO – SEARO memenuhi dan meningkatkan retensi dokter di pedesaan, ada berbagai kesamaan tantangan yang dihadapi bersama . Tantangan yang paling banyak dihadapi adalah geografi sebanyak 90 %, Maladewa yang tidak mengalami hal tersebut. disusul oleh masalah kekurangan dokter, tunjangan keuangan, dan pengembangan karier sebanyak 67 %. Bangladesh memberikan kuota dalam penerimaan pelajar berdasarkan representasi geografi dan kesukuan. Di Thailand, Siswa dari daerah pedesaan telah diterima di sekolah kedokteran sejak tahun 1974, dan 80% sekolah kedokteran berada di provinsi-provinsi besar di luar Bangkok.
Masalah lain yang masih ada adalah rendahnya komitmen politik dari pemerintah, belum adanya penguatan kurikulum mengenai praktek pedesaan, terhambatnya kesempatan untuk meningkatkan ilmu dan keterampilan, dan masalah migrasi dokter ke negara maju ditengah rendahnya retensi dokter di pedesaan. Secara khusus ada 2 negara yang terhambat karena banyaknya dokter yang migrasi ke negara maju sementara produksi dokter belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negerinya, yaitu Nepal dan India.
Pemenuhan ketersediaan dokter di daerah pedesaan wilayah WHO-SEARO mutlak memerlukan komitmen politik yang kuat dari pemerintah. Strategi yang dilakukan oleh pemerintah harus menggunakan faktor-faktor yang berdampak terhadap ketertarikan dan retensi dokter. Terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan upaya yang dilaksanakan untuk meningkatkan retensi dokter berdasarkan rekomendasi kebijakan global yang dikeluarkan oleh WHO untuk meningkatkan akses ke pelayanan dan perbaikan retensi dokter di pedesaan. Ada empat kelompok intervensi yang secara konsisten dilalukan oleh negara WHO-SEARO adalah pemberian insentif keuangan (100 %), dan kebijakan pendidikan yang meliputi; kuota mahasiswa pedesaan (55 %), beasiswa (90 %), rotasi praktek (64 %), dan kampus FK pedesaan (55 %), peraturan; kewajiban penempatan (90 %), impor (27 %), dan kontrak pension (9 %), dan dukungan professional dan pribadi; pengembangan karier (90 %), perbaikan kondisi kehidupan (82 %), dan pemberian fasilitas pribadi (55 %).
Pemerintah melakukan berbagai pilihan kebijakan dan intervensi untuk mengatasi kekurangan dokter di pedesaan yang bertujuan agar upaya tersebut lebih menarik bagi dokter untuk “ pergi ke pedesaan “. Berbagai hal wajib dipertimbangkan dalam pengambilan kebijakan dalam upaya meningkatkan retensi dokter dipedesaan adalah: 1. Faktor individu atau pribadi: Karakteristik pribadi petugas kesehatan, seperti tempat asalnya (pedesaan atau perkotaan), gender, etnis, usia, nilai pribadi dan keyakinan, memiliki dampak signifikan pada keputusan ketenagakerjaan mereka. Altruisme, keyakinan agama dan keyakinan sosiopolitik juga merupakan faktor pribadi lainnya yang dapat mempengaruhi keputusan untuk bekerja di daerah pedesaan atau daerah terpencil. 2. Masyarakat, lingkungan lokal, dan kondisi kehidupan lokal: Dukungan dan apresiasi masyarakat terhadap petugas kesehatan juga telah diidentifikasi sebagai faktor penarik penting. 3. Faktor-faktor yang terkait dengan pekerjaan - kondisi kerja dan lingkungan organisasi: . 4. Insentif terkait karir dan keuangan: Posko pedesaan dan terpencil dikaitkan dengan kurangnya kesempatan untuk pengembangan profesional dan pendidikan berkelanjutan serta remunerasi yang rendah. 5. Sistem pendidikan: Cara profesional perawatan kesehatan dilatih, keterampilan yang mereka dapatkan dan situasi yang mereka hadapi selama pelatihan merupakan faktor penentu penting pilihan praktik masa depan mereka, termasuk lokasi. 6. Konteks dan migrasi nasional dan internasional: Lingkungan sosio-ekonomi yang lebih luas di luar sistem perawatan kesehatan dapat mempengaruhi keputusan ketenagakerjaan para petugas kesehatan, terutama di antara mereka yang memiliki mobilitas kerja. Faktor penarik yang terkait dengan migrasi mencakup gaji yang lebih tinggi, kondisi kerja dan kehidupan yang lebih baik, lebih banyak kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan pengembangan karir. (14)