MENUJU PENYELENGGARAN PROGRAM JKN YANG OPTIMAL MELALUI PENERAPAN PRINSIP EQUITY EGALITER SECARA KONSISTEN UNTUK PEMENUHAN HAK PESERTA DAN JAMINAN KEBERLANGSUNGAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

Prinsip equity egaliter, merupakan; spirit, landasan filosofi yang bersumber dari nilai-nilai sosiokultural bangsa Indonesia, keunggulan kompetitif, landasan operasional, dan energi terbarukan yang menggerakkan penyelenggara dan penyelenggaraan program jaminan kesehatan yang optimal dalam pemenuhan hak peserta, dengan itu pula Program JKN, mendapatkan dukungan yang kuat dan berekesinambungan dari seluruh rakyat Indonesia, disertai penyelenggaraan yang efisien dan efektif, sehingga menjadi jaminan keberlangsungan program

Syarhan (Dokter, Dosen, Ketua ADPTI, Rural Wonca Council)

11/29/202518 min baca

Dengan tulisan ini, saya mengajak semua untuk berfikir, bekerja, dan bertindak bersama, untuk bagaimana menata ulang dan mengubah kondisi yang diperlukan untuk meningkatkan literasi, dukungan kolektif, pemenuhan hak peserta program JKN akan akses dan layanan kesehatan yang berkualitas dalam konstruksi keadilan dan kesetaraan, serta memastikan bahwa Program JKN dapat berkembang secara berkelanjutan. Mulai dengan pemahaman dasar prinsip asuransi sosial kesehatan, regulasi dan deregulasi, komitmen, dan aktifitas penyelenggaraan dengan merespon hasil analisa data kuantitatif dan kualitatif yang tersedia dan valid dan analisa empiris penulis, wawancara peserta dan pasien, dan kondisi real. Saya afirmasi, bahkan dengan niat baik saja tidak cukup untuk memenuhi ekspektasi, penyelenggaraan Program JKN, memerlukan transformasi yang lebih dalam dari pendalaman dan penerapan asas, prinsip, dan penyelenggaraan yang sesuai atau kembali kepada regulasi yang sebagai produk politik yang membanggakan. Melalui inisiatif tulisan ini, saya menunjukkan bahwa intervensi standar, ukuran besarnya risk pooling, dan pengendalian utiliti saja tidak cukup untuk menjamin keberlangsungan pemenuhan hak-hak peserta sesuai regulasi dan untuk menjamin keberlangsungan program JKN. Semua pemangku kepentingan harus terlibat dalam sebuah strategi kolektif yang dapat mengubah kondisi menjadi lebih baik dalam upaya optimalisasi penyelenggaran program. Jadi, pembahasan bukan hanya menganalisa permasalahan namun juga mengusulkan tinjauan dan tindakan strategis yang mampu laksana demi pelaksanaan asuransi sosial kesehatan yang adil, setara, dan berkelanjutan di negeri tercinta Indonesia. Bismillah !

Akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hak atas kesehatan, kesejahteraan, serta pelayanan sosial ditegaskan dalam Deklarasi PBB (1948) tentang Hak Asasi Manusia Pasal 25 ayat (1), 1 Hak atas kesehatan juga diakui di dalam UUD 1945, Pasal 28H ayat (1), yaitu “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” 2 Hak atas kesehatan juga diakui di dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Pasal 4 ayat (1) ”Setiap Orang berhak: a. hidup sehat secara fisik, jiwa , dan sosial; c. mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.” 3 Sebagai upaya negara menjamin hak setiap warga negara atas jaminan sosial, berdasarkan UUD 1945 Pasal 28H ayat (3) menetapkan, “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat”. 2 Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah wujud tanggung jawab negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial; sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat (2) menetapkan, “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. 2 Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, negara menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Pemerintah membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. 4 5 Program jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang merupakan bagian dari SJSN yang penyelenggaraannya berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN pasal 2). Pelaksanaan jaminan sosial kesehatan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas, sebagaimana yang tertera pada UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pasal 19 ayat (1) “Jaminan Kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, “ dan memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, sebagaimana yang tercantum pada ayat (2) “Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. “ 4

Prinsip Equity Egaliter Adalah Ruh Program JKN

Prinsip asuransi sosial, equity egaliter atau keadilan yang merata adalah konsep dan paradigma yang menggabungkan prinsip equity (keadilan) dan egaliter (kesetaraan) untuk mencapai distribusi sumber daya yang adil dan merata, terutama dalam konteks sosial seperti layanan kesehatan. Prinsip ekuitas (equity) merupakan prinsip yang ideal yaitu penghormatan terhadap perbedaan dengan kontribusi secara proporsional berdasarkan kemampuan. Dalam asuransi sosial, premi umumnya proporsional terhadap pendapatan dan besarnya ditetapkan pemerintah, paket manfaat yang sama dan premi yang proporsional terhadap upah memfasilitasi terjadinya equity egaliter yang artinya you get what you need, Prinsip equity egaliter menjamin seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya dan membayar kontribusi sesuai dengan kemampuan ekonominya. Ini menyiratkan bahwa dalam suatu masyarakat, setiap orang harus memiliki akses yang sama terhadap layanan kesehatan ketika mereka membutuhkannya, terlepas dari tingkat pendapatan mereka (Wagstaff dan van Doorslaer, 2000).6 7 Penerapan prinsip asuransi sosial dan ekuitas pada penyelenggaraan asuransi sosial kesehatan di Indonesia sejalan serta terkait erat dengan prinsip asuransi sosial, equity egaliter, yang dapat dipahami melalui penjelasan tentang Pasal 19 UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN; bahwa; “Prinsip asuransi sosial meliputi; a. kegotong-royongan antara kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah, b. kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif, c. iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan, dan d. bersifat nirlaba.” Lanjut pada penjelasan Pasal 19 UU No. 40 Tahun; “Prinsip ekuitas yaitu kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medisnya yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. “ 4

Penerimaan atas pelaksanaan program jaminan kesehatan diperkuat oleh prinsip asuransi sosial dan keadilan yang sangat sesuai dengan nilai-nilai luhur serta sosiokultural bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pancasila, sila ke-2 yaitu; “Kemanusiaan yang adil dan beradab,” dan sila ke-5, yaitu; “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” merupakan cerminan prinsip equity egaliter, dimana terdapat norma sosial memiliki sikap yang melampaui preferensi egois yang mewajibkan individu untuk saling membantu dan kesetaraan harus dijunjung tinggi. 7 Hal ini sejalan dengan UUD 1945 pasal 28H ayat 2, yaitu; (2)“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan,” serta 3 (tiga) asas penyelenggaraan SJSN sangat berkorelasi dengan prinsip equity egaliter, yakni asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan. Equity (keadilan) merupakan asas yang bersifat ideal yang mengakui bahwa setiap orang memiliki kondisi yang berbeda untuk berpartisipasi secara proporsional, Egaliter merupakan manifestasi asas kemanusiaan dan manfaat yang berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang maha esa, serta pengelolaan program jaminan sosial yang efektif dan efisien untuk memberikan jaminan kesehatan berupa pemeliharaan dan perlindungan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. BPJS menyelenggarakan SJSN berdasarkan pada 9 (sembilan) prinsip, yaitu : 1) kegotong-royongan 2) nirlaba 3) keterbukaan 4) kehati-hatian 5) akuntabilitas 6) portabilitas 7) kepesertaan bersifat wajib 8) dana amanat, dan 9) hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Saat ini Program Jaminan kesehatan Nasional (JKN) telah menjadi mekanisme pembiayaan utama untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan serta memberikan perlindungan risiko keuangan di Indonesia. Sehingga prinsip equity egaliter, merupakan; spirit, landasan filosofi yang bersumber dari nilai-nilai sosiokultural bangsa Indonesia, keunggulan kompetitif, landasan operasional, dan energi terbarukan yang menggerakkan penyelenggara dan penyelenggaraan program jaminan kesehatan yang optimal dalam pemenuhan hak peserta, dengan itu pula Program JKN, mendapatkan dukungan yang kuat dan berekesinambungan dari seluruh rakyat Indonesia, disertai penyelenggaraan yang efisien dan efektif, sehingga menjadi jaminan keberlangsungan program .8

Dari penjelasan di atas, berdasarkan literasi tentang asuransi sosial, dan sepanjang belum ada perubahan UUD 1945, serta Undang-undang yang berkenaan dengan pelaksanaan SJSN dan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara asuransi sosial kesehatan, maka sangat dipahami bahwa Program JKN merupakan asuransi sosial kesehatan dengan kepesertaan wajib (UU No.24/2011 Tentang BPJS Pasal 3 dan Pasal 14 dan Perpres No. 82/2018 tentang JKN Pasal 6 ayat (1)). Dengan kepesertaan wajib inilah yang menjadi pembeda utama dengan prinsip asuransi komersial yang ada saat ini, dengan tanpa fokus pelayanan pada segmen tertentu dari masyarakat Indonesia seperti yang sempat tercentus pada beberapa pemberitaan online, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, untuk menjamin agar peserta dan/atau anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40/2004 tentang SJSN Pasal 19 ayat (2) dan Perpres No. 82/2018 tentang jaminan Kesehatan Pasal 1 ayat (1).9 JKN, dari asas dan prinsip, tentunya saja memberikan implikasi kuat terhadap penyelenggaraannya, yaitu; 1. Regulasi kepesertaan memastikan tercapainya risk pooling dan risk sharing yang besar, sehingga akan berlaku hukum angka besar (the law of the large number), untuk; a. memastikan seluruh peserta, rakyat Indonesia, mendapatkan haknya sesuai tujuan pelaksanaan SJSN dan Program JKN, b. meningkatkan kemampuan finasial untuk pengendalian biaya dengan tingkat akurasi dan efisiensi layanan, operasional, dan pembiayaan yang lebih baik. 2. Penguatan nilai-nilai sosio kultural kegotong-royongan dan solidaritas nasional yang secara resiprokal terjadi dari risk pooling dan risk sharing yang sangat besar dan luas dengan melibatkan seluruh rakyat, membuat pelaksanaan Program JKN semakin mendapakan dukungan dari peserta dan seluruh rakyat Indonesia karena telah memenuhi ekspektasi politik dan kebutuhan masyarakat. 3. Harusnya, jika konsisten dengan pemberian layanan pelayanan paket manfaat yang setara sesuai dengan kebutuhan medik termasuk untuk pelayanan rawat inap di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar atau yang disebut Kelas rawat Inap Standar atau KRIS (UU No. 40/2004 tentang BPJS Pasal 23 ayat (4) dan Perpres No. 59/2024 Pasal 46), manajemen yang efisien dan efektif akan dicapai lebih mudah, sistem pembayaran kepada faskes diarahkan berdasarkan tipe FKTP atau Rumah Sakit, sehingga sistem pembayaran semakin sederhana yang akan berdampak nyata terhadap upaya kendali mutu dan kendali biaya dalam hal penggunaan biaya operasional BPJS Kesehatan, besaran nilai klaim paket manfaat pelayanan, pemanfaatan teknologi kesehatan dan teknologi informasi, dan memudahkan review utiliti dan pencegahan dan penindakan Fraud. 4 5 6 9 10

Indonesia saat ini sudah mencapai Universal Health Coverage (UHC) dengan cakupan kepesertaan lebih dari 98 persen. Program JKN turut serta berperan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat secara inklusif, universal, dan integrasi sesuai dengan Agenda 2030 untuk Sustainable Development Goals (SDGs), yaitu pembangunan baru yang mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup. Salah satu tujuan SDGs yang sangat relevan dengan JKN adalah poin 3; “Kehidupan Sehat dan Sejahtera, menjamin kehidupan sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua di segala usia, ” untuk meyakinkan bahwa tidak ada seorang pun yang terlewatkan atau No One Left Behind, termasuk mencapai cakupan kesehatan universal yang tertera pada poin 3.8. 12

Program JKN: Realitas dan Ekpektasi

Meskipun JKN telah berjalan dengan baik saat ini, namun perjalanan untuk menerapkan dan mewujudkan pelaksanaan Program JKN yang equity egaliter, penyelenggaraan program JKN yang optimal serta menjaga keberlangsungan program tentu saja masih menghadapi berbagai tantangan berupa kelemahan dan ancaman. Berdasarkan analisis data kuantitatif, kualitatif, dan bukti empiris, terdapat kesenjangan kinerja yang harus diselesaikan melalui tinjauan strategis secara terstruktur, integratif, membutuhkan komitmen kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan, dan konsisten, yaitu; 1) defisit dana jaminan sosial dan bagaimana menjaga kesehatan keuangan dana jaminan sosial, karena beban jaminan melebihi pendapatan, tunggakan iuran, dan adanya potensi ketidaktepataan data kepesertaan khususnya PBI, dan penerapan Inpres No. 1/2022 tentang optimalisasi pelaksanaan jaminan kesehatan nasional yang melibatkan berbagai lembaga organik pemerintah belum sepenuhnya berjalan efektif, 2) ketimpangan akses dan kualitas layanan kesehatan dalam hal ketersediaan fasilitas kesehatan, kualitas SDM, biaya penunjang yang disparitasnya begitu sangat jelas terlihat dikawasan DTPK, layanan rumah sakit yang masih tersegmentasi pada kelas dan sistem rujukan yang belum sepenuhnya berjalan secara resiprokal, kurangnya literasi dan informasi untuk penguatan preferensi tentang asuransi sosial untuk meningkatkan efektifitas layanan kesehatan berbagai dampaknya, 3) keragaman masalah sosial ekonomi di antara peserta Program JKN, bahkan ketika Program JKN menanggung biaya medis, berbagai kelompok populasi, atau individu, menghadapi biaya pribadi yang berbeda dalam mencari perawatan kesehatan, yang kemudian mempengaruhi akses mereka ke perawatan kesehatan, 4) mengingat cakupan program yang sangat luas, baik dari sisi jangkauan pelayanan, kepesertaan, jumlah dana yang dikelola, serta jumlah pihak yang terlibat, harus diakui bahwa terdapat potensi kesalahan, kecurangan, dan korupsi dalam penyelenggaraan jaminan sosial, 5) penggunaan teknologi digital/informasi dengan yang menyerap anggaran biaya yang sangat besar masih belum mampu memberikan informasi dan kemudahan kepada peserta dalam mengakses layanan, seperti begitu banyak peserta yang belum ternotifikasi jika status kepesertaannya mengalami mutasi, dan sayangnya peserta PBI yang banyak mengalaminya tanpa mendapatkan alasan dan batas waktu penyelesaiannya, dan 5) memenuhi ekspektasi politik, harapan peserta, mitra, pemangku kepentingan, dan masyarakat dimana Program JKN memberikan jaminan perlindungan kesehatan serta memberikan dampak ekonomi yang lebih baik kepada masyarakat, sehingga dibutuhkan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan yang optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kesinambungan Program JKN dan likuiditas dana jaminan sosial kesehatan, sehingga Program JKN dapat terlaksana dengan baik, efektif, efisien, dan akuntabel. 13 14 15 16

3 (Tiga) Kekuatan Besar dan Mendasar BPJS Kesehatan

Sebagai badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan saat ini memiliki 3 (tiga) kekuatan yang sangat besar –saya masih dilema menggunakan istilah ‘kekuatan’ dalam mengekspresikan perihal tersebut, antara kekuatan atau hanya sekadar fasilitas yang didapatkan sebagai kewajaran dari tanggung jawab yang diamanahkan oleh Pemerintah?- dan mendasar sebagai modal utama yang memungkinkan BPJS Kesehatan untuk meningkatan kinerja dan mengatasi kesenjangan kinerja, dengan memanfaatkan peluang sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenangnya dan untuk mengatasi berbagai ancaman, yaitu: 1) Regulasi; dukungan regulasi yang sangat kuat. 2) Badan; Kelembagaan BPJS Kesehatan yang solid dan akuntabel. 3) Buying power.

1) Dukungan Regulasi yang sangat kuat

Dengan dukungan berbagai regulasi; asas, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan, kelembagaan, pendanaan, kepesertaan, pengelolaan dan pengembangan aset, standar tarif pelayanan kesehatan, kolaborasi, pencegahan dan penagangan fraud, dan regulasi lainnya, maka BPJS Kesehatan, terutama Direksi BPJS Kesehatan, berkewajiban mengelola organisasi secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Regulasi merupakan pilar-pilar dan kerangka konstruktif, termasuk Good Governance dan Kode etik yang mengisi dan sekaligus membingkai keputusan-keputusan strategis membangun komitmen, kolaborasi, dan sinergitas program dalam kewajaran serta kesetaraan bersama dengan semua pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan regulasi tersebut secara efektif dan mengelola ekspektasi politik dan pemangku kepentingan sebagai komitmen pelaksanaan asas dan prinsip Program JKN secara konsisten dalam upaya memenuhi hak peserta dan menjaga keberlangsungan pelaksanaan Program JKN. Dukungan regulasi pula, BPJS Kesehatan tetap memiliki ruang secara dinamis dalam pengambilan keputusan koheren bersama dengan lembaga terkait, dengan melakukan inovasi secara fleksibel dan berkelanjutan menghadapi perubahan di lingkungan eksternal dan internal organisasi; perkembangan sosial ekonomi, sistem layanan kesehatan, dan lingungan kerja, termasuk bersinergi dan beradaptasi dengan arah pembangunan nasional yang termaktub dalam UU No. 59/2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045 dalam mendukung perwujudan Visi Indonesia Emas 2045, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan dan PMK No.12/2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2025-2029. Semua regulasi dan deregulasi tersebut dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan Program JKN, tanpa harus mengubah undang-undang, kebijakan, atau keputusan. Hal ini dapat dilihat pada UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN Pasal 24 ayat (4); “ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu layanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas.” 4 17 18 19

2) Kelembagaan BPJS Kesehatan yang solid dan akuntabel

Berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1), dan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan bertanggung jawab kepada Presiden. Bersama dengan seluruh pemangku kepentingan, BPJS Kesehatan telah membangun kredibilitas dan akuntabilitas ke dalam struktur organisasi dan penyelenggaraan fungsi, tugas, wewenang, hak, dan kewajiban secara harmonis, hal ini memastikan entitas bertanggung jawab atas pelaksanaan peran mereka yang jujur dan efektif melalui mekanisme pengendalian seperti regulasi, mekanisme pengawasan dan konsultasi, fungsi manajemen yang didefinisikan dengan jelas, dan kontrak yang jelas dengan mitra. Akuntabilitas juga ditunjukkan oleh kapabilitas sumber daya manusia yang bekerja secara profesional dalam struktur organisasi yang di topang oleh pilar Good Governance dan membingkai setiap kolaborasi dengan kode etika dan sistem informasi yang didigitalisasi sesuai dengan perkembangan teknologi terkini.

Direksi melakukan proses operasional organisasi secara konsisten untuk menjalankan regulasi dan secara aktif, memberikan usulan perbaikan regulasi sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijakan nasional. Juga lebih fokus lagi pada pemantauan dan evaluasi internal terhadap sinkronisasi penyelenggaraan program dengan meningkatkan hubungan koordinatif dan kolaborasi dengan lembaga pemerintah, lembaga pemerintah daerah, serta bekerjasama dengan organisasi dalam dan luar negeri dalam rangka penguatan kelembagaan dan meningkatkan penyelenggaraan program jaminan sosial.

3) Buying Power

Per 31 Agustus 2025, cakupan populasi peserta BPJS Kesehatan sudah mencapai 281.6 jiwa atau 98,7 % dari total penduduk Indonesia. Capaian kepesertaan aktif sebesar 227,03 juta jiwa atau 79.8 %. Keesertaan non aktif sebesar 54,57 juta jiwa atau 19,38 %. Besarnya cakupan populasi ini menunjukkan peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat akan pentingnya kesehatan dan perlindungan finansial melalui Program JKN dan dengan Risk pooling yang sangat besar memperkuat kemampuan finansial jaminan sosial kesehatan dan menjadi "buying power" yang harus dimanfaatkan dengan baik untuk pengendalian mutu dan biaya jaminan, pengembangan proses operasional yang lebih efisien, dan sebagai daya tawar dalam memastikan kerjasama dengan mitra untuk menjamin kepastian terpenuhinya hak peserta dan kesinambungan program dengan kondisi kesehatan keuangan yang lebih baik. Risk pooling yang besar merupakan kekuatan dan peluang nyata bagi Pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk meningkatkan cakupan dan optimalisasi penyelenggaraan Program JKN. Dampak nyata dari pool yang besar pula adalah mendorong risk sharing yang lebih adil dan setara, peningkatan dan pemerataan fasilitas kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi. 12 21

Mari Berbenah dan Bekerja Kolektif Dengan Penuh Dedikasi

Berdasarkan analisis manajemen strategis dengan memahami secara komprehensif kesenjangan kinerja, kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman yang berkaitan dengan penyelenggaran Program JKN, maka berikut ini adalah usulan rumusan berbagai program strategi yang merupakan tindakan khusus yang sangat spesifik, realistis, mampu laksana yang dilaksanakan secara pararel dan simultan dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk optimalisasi penyelenggaran Program JKN dalam memenuhi hak peserta dan menjamin keberlangsungan program JKN, sebagai berikut;

a. Peningkatan dan Penguatan literasi tentang prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, asas dan prinsip SJSN dalam implementasi Program JKN untuk meningkatkan solidaritas nasional dan partisipasi aktif seluruh masyarakat.

Program;

- Penyebaran informasi secara aktif dan masif melalui KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) dengan pemanfaatan teknologi informasi yang interaktif; Asas dan prinsip sebagai landasan filosofis, berfikir, dan bertindak yang membingkai hubungan interaksi semua yang terlibat dalam ekositem BPJS Kesehatan.

- Deregulasi kepesertaan: Peserta wajib aktif sebagai bentuk kegotong-royongan dengan dukungan pendanaan dari berbagai sumber dan pembatasan layanan publik yang konsisten sebagai bagian dari komitmen bersama.

- Mendorong partisipasi aktif seluruh masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan secara berkala melalui pemanfaatan layanan secara komprehensif sehingga terbangun budaya sehat dan keyakinan kolektif terhadap program JKN yang prudent dan akuntabel.

b. Meningkatkan Performa BPJS Kesehatan dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan responsif terhadap perubahan dalam lingkungan eksternal dan internal organisasi.

Program;

- Penguatan internalisasi; 1) Semua Duta BPJS Kesehatan adalah peserta yang bekerja sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan peserta, 2) Valuasi aktuaria untuk ketepatan perhitungan premi untuk semua segmen peserta dan besar biaya operasional sesuai dengan batas kewajaran dan kemanusiaan.

- Peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan secara berkelanjutan melalui kolaborasi dan sinergitas dengan lembaga terkait untuk menghasilkan inovasi aplikatif dalam peningkatan efisiensi dan efektifitas kegiatan kelembagaan dan penyelenggaraan Program JKN.

- Meningkatkan pemberdayaan dan engaging peserta dan masyarakat dalam rangka membangun kredibilitas dan sentimen positif Badan.

c. Meningkatkan partisipasi aktif dan pemberdayaan individu, keluarga, dan masyarakat dengan dukungan seluruh Provider BPJS Kesehatan melalui sinergitas program dengan Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, organisasi terkait, dan UKBM bidang Kesehatan.

Program;

- Penguatan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM); Poskesdes, Posyandu, Posbindu, dan Poskestren dalam rangka pencegahan dini melalui kegiatan promotif preventif dan membangun kemandirian hidup sehat.

- Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar, surveilan berbasis masyarakat, dan penyehatan lingkungan dengan pelibatan Puskesmas sebagai koordinator dan seluruh Faskes swasta (provider) melalui koordinasi kegiatan Integrasi Layanan Primer (ILP).

d. Meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan yang berkeadilan dan setara kepada peserta. Pengambangan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu dan biaya, sistem pembayaran paket pelayanan yang lebih adil sesuai nilai keekonomian.

Program;

- Konsisten memberikan paket manfaat pelayanan sesuai kebutuhan dasar kesehatan berdasarkan kebutuhan medik, layanan KRIS, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan terkini.

- Deregulasi sistem layanan rujukan yang berjenjang menjadi terstruktur sesuai kebutuhan medis, kompetensi , dan resiprokal antar Faskes dengan melibatkan Kemenkes, Organisasi Faskes dan Profesi, dan bersinergi dengan transformasi sistem rujukan (Perpres No. 82/2018 tentang JKN Pasal 55 ayat (1)).

- Pengembangan sistem kendali mutu dan kendali biaya dan sistem pembayaran berdasarkan tipe FKTP dan FKRTL yang memberikan efek positif pada kualitas, efisiensi, efektifitas pelayanan, dan mendorong pemerataan faskes, membangun iklim usaha yang lebih sehat, serta investasi jasa layanan kesehatan yang akan meningkatkan perekonomian lokal dan nasional.

- Sharing best practices layanan kesehatan dalam hal pelayanan efisien dan services excellent berdasarkan kebutuhan medik yang sesuai dengan PNPK, PPK, clinical patways, kompetensi kontekstual, dan pengalaman empiris.

- Pemerataan Faskes dan distribusi peserta di FKTP, terutama di DTPK; kerjasama dengan Pemerintah Pusat dan Daerah dan pihak swasta melalui Penguatan dan Peningkatan kerjasama dengan Faskes dengan pelayanan komprehensif.

e. Meningkatkan dan memperkuat kolaborasi dan sinergi dengan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan organisasi dan kualitas pelayanan kepada peserta dalam penyelenggaraan Program JKN dalam kerangka kewajaran dan kesetaraan (fairness), kode etik, dan sesuai dengan aturan perundang-undangan .

Program;

- Pengambilan keputusan koheren dan berinisiatif untuk inovasi berkelanjutan dalam pengembangan layanan bersama dengan pemangku kepentingan untuk optimalisasi penyelenggaraan JKN.

- Meningkatkan dukungan terhadap transformasi kesehatan dan Rencana Strategi Kementerian Kesehatan Tahun 2025-2029.

f. Meningkatkan upaya kolaboratif dan bauran intervensi untuk mengatasi Defisit Dana Jaminan Sosial dan Menjaga Kesehatan Keuangan aset dana jaminan sosial.

Program;

1. Intervensi Aspek Keuangan;

- Meningkatkan kolektibilitas dengan pendekan regulasi dan inovasi; 1) Peningkatan kepatuhan pembayaran iuran melalui optimalisasi pemberlakuan sanksi administrasi (regulasi penggunaan layanan publik) bagi peserta yang menunggak setelah melalui proses validasi, pengkinian data, dan evaluasi menyeluruh berbagai faktor penyebab dan melakukan pendekatan personal dan keluarga bagi peserta untuk mengetahui alasan ketidakaktifan secara ril sehingga pemberian sanksi administratif lebih manusiawi dan adil, penyelesaian dengan melibatkan Pemerintah dan Pemerintah daerah. 2) Syarat menjadi peserta dan klaim AKT bagi WNI diwajibkan menjadi peserta JKN aktif, termasuk dan terutama penggunaan AKT pada Rumah Sakit vertikal. (UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS pasal 14 & Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2022 tentang optimalisasi pelaksanaan program JKN), 3) Pemutihan tunggakan bagi peserta setelah melalui evaluasi khusus dengan mempertimbangkan hak-hak kemanusiaan, validasi data ril, kemampuan negara, dan kebutuhan BPJS Kesehatan dengan keterlibatan pemangku kepentingan.

- Perbaikan data: validasi secara real time data peserta JKN, khususnya PBI, agar tepat sasaran dan akurat, sehingga tidak menimbulkan keresahan dan kecemburuan sosial di masyarakat, termasuk penghapusan tunggakan iuran secara adil dan bijaksana.

- Peningkatan partisipasi swasta untuk pelayanan dan pembiayaan peserta PBPU dan BP; pemanfaatan dana CSR, penyediaan Faskes di DTPK, dan peningkatan kegitan promotif preventif.

2. Pengendalian tingkat utilisasi

- Peningkatan pemanfaatan teknologi digital dan informasi untuk memberikan hak informasi yang lebih luas kepada peserta; status mutasi (penyebab dan penyelesaiannya),.

- Peningkatan upaya promotif dan preventif; penambahan kegiatan Prolanis untuk semua penyakit katastropik dan mendorong pola hidup sehat dan kemandirian khususnya bagi peserta dengan penyakit kronis atau katastropik.

g. Peningkatan pencegahan, pendeteksian, dan penindakan potensi Fraud.

Program;

- Meningkatkan sosialisasi dan membangun budaya kerja berintegritas tinggi, anti manipulasi, anti fraud, dan anti korupsi melalui pertemuan rutin review utiliti dan audit medis dan saat memulai dan perpanjangan PKS dengan Mitra dengan melibatkan Tim KMKB, Komite Medis, organisasi profesi, dan lembaga terkait.

- Aktif dan masif; verifikasi klaim pembayaran secara terstruktur dengan peningkatan kapasitas verifikator dan pemanfaatan teknologi digital dan informasi bagi semua Faskes dengan melibatkan lembaga terkait .

- Membangun komunikasi yang lebih aktif dengan semua pemangku kepentingan: hubungan kerjasama yang saling menghormati, saling membutuhkan, dan mengedepankan kejujuran dan tanggung jawab bersama menjalankan Program JKN.

h. Menghindari atau menunda sedapat mungkin intervensi kenaikan premi, pelayana yang hanya fokus pada segmen tertentu, dan melontarkan kebijakan atau aturan baru yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan, sebelum; 1) melakukan tindakan strategis dan manajemen risiko yang mampu aplikasi sesuai kebutuhan, 2) memenuhi hak kebutuhan dasar kesehatan karena adanya disparitas geografi dan ketersediaan Faskes yang mudak diakses, dan 3) kondisi sosial dan pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin baik.

Penutup

Penyelenggaraan Jaminan sosial kesehatan merupakan wujud tanggung jawab negara untuk menjamin hak warga negara atas jaminan sosial di bidang kesehatan. BPJS Kesehatan berfungsi sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Prinsip asuransi sosial, equity egaliter menggabungkan prinsip equity (keadilan) dan egaliter (kesetaraan) untuk mencapai distribusi sumber daya yang adil dan merata, merupakan prinsip ideal yaitu penghormatan terhadap perbedaan dengan kontribusi proporsional untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Prinsip tersebut sangat sesuai dengan nilai-nilai luhur serta sosiokultural bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pancasila. Sehingga prinsip equity egaliter, merupakan; spirit, landasan filosofi, keunggulan kompetitif, landasan operasional, dan energi terbarukan yang menggerakkan penyelenggaraan program JKN dengan dukungan kuat dari seluruh rakyat Indonesia untuk menghadapi kesenjangan kinerja yang harus diselesaikan melalui tinjauan strategis dan membutuhkan kolaborasi dengan semua pemangku kepentingan. BPJS Kesehatan saat ini memiliki 3 (tiga) kekuatan besar dan mendasar sebagai modal utama untuk meningkatan kinerja, yaitu: 1) Regulasi; dukungan regulasi yang sangat kuat. 2) Badan yang solid dan akuntabel, dan 3) Buying power, cakupan populasi kepesertaan sudah lebih dari 98 % dari total penduduk Indonesia.

Berdasarkan analisis manajemen strategis dengan memahami secara komprehensif penyebab kesenjangan kinerja, maka penulis mengusulkan rumusan berbagai program strategi yang merupakan tindakan khusus yang sangat spesifik, realistis, mampu laksana yang bisa dilaksanakan secara pararel dan simultan dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk optimalisasi penyelenggaran, yaitu; 1) Peningkatan dan Penguatan literasi tentang prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, 2) Meningkatkan Performa BPJS Kesehatan dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan responsif terhadap perubahan dalam lingkungan eksternal dan internal organisasi, 3) Meningkatkan partisipasi aktif dan pemberdayaan individu, keluarga, dan masyarakat dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan, UKBM bidang Kesehatan, 4) Meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan yang berkeadilan dan setara kepada peserta melalui pengambangan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu dan biaya, dan sistem pembayaran paket pelayanan yang lebih adil sesuai nilai keekonomian, 5) Meningkatkan dan memperkuat kolaborasi dan sinergi dengan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan Program JKN dalam kerangka kewajaran dan kesetaraan (fairness), kode etik, dan sesuai dengan aturan perundang-undangan , 6) Upaya Kolaboratif dengan Bauran intervensi untuk mengatasi defisit Dana Jaminan Sosial dan Menjaga Kesehatan Keuangan aset dana jaminan sosial, 7) Peningkatan pencegahan, pendeteksian, dan penindakan potensi Fraud, dan 8) Menghindari atau menunda sedapat mungkin intervensi kenaikan premi, pelayanan yang hanya fokus pada segmen tertentu, dan lontara kebijakan atau aturan baru yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Semua tindakan strategis hanya akan berhasil jika penerapan prinsip equity egaliter dilakukan secara konsisten melalui dukungan kuat 3 (tiga) kekuatan besar dan mendasar BPJS Kesehatan untuk optimalisasi penyelenggaraan program JKN dalam memenuhi hak peserta dan jaminan keberlangsungan asuransi sosial kesehatan.

Daftar Pustaka

1. United Nation. (1948). The Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Pasal 25 paragraf (1).

2. Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

3. Indonesia. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2023 Nomor 105.

4. Indonesia. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 150.

5. Indonesia. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara jaminan Sosial. Lembaran Negara RI Tahun 2011 Nomor 116.

6. Thabrany, H. Introduksi asuransi kesehatan 1999, Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta.

7. Abasolo, I, Tsuchiya, A. Egalitarianism and Altruism in Health, 2014. International Journal For Equity In Health. http://www.equityhealthj.com/content/13/1/13.

8. Normand, C, Weber, A. Carrin, G. 2009. Social Health Insurance, A guidebook For Planning. ADB, ILO, WHO, GTZ, University Of Dublin.

9. Indonesia. (2018). Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2018 Nomor 165.

10. Indonesia. (2024). Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2024 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2024 Nomor 82.

11. Normand, C, Weber, A. Carrin, G. 2009. Social Health Insurance, A guidebook For Planning. ADB, ILO, WHO, GTZ, University Of Dublin.

12. LOCALISE SDGs Indonesia. 2025. Sustainable Development Goals. United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC).

13. Hunger, JD, Wheelen, TL. 2003. Strategic Management. Addison Wesley Publising Company.

14. Kharisma, DD. 2020. Healthcare Access Inequity within a Social Health Insurance Setting: A Risk Faced by Indonesia’s Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Program. Bappenas Working Papers.

15. Dewan Jaminan Sosial Nasional. 2021. Policy Brief DJSN. Pencegahan, Pendeteksian, dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan, dan Korupsi (P3K3) Pelaksanaan SJSN. Jakarta.

16. Indonesia. (2018). Peraturan Pemerintah RI Nomor 53 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemeritah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan. Lembaran Negara RI Tahun 2018 Nomor 232.

17. BPJS Kesehatan. Good Governance; Pedoman Tata Kelola Yang Baik. Jakarta.

18. Indonesia. (2024). Undang-Undang No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045

19. Kementerian Kesehatan RI. (2025). Peraturan Menteri Kesehatan No.12 Tahun 2025 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2025-2029. Jakarta.

20. Wang, H, Switlick K, Ortiz, Cet all. 2012. Health Insurance Handbook. World Bank Working Paper No.219.

21. Dewan Jaminan Sosial Nasional. 2025. Monthly Report Monitoring JKN. 31 Agustus 2025.